Bandung barat, RIN - Pj Bupati Bandung Barat Arsan Latif memastikan utang Pemda Bandung Barat ke pihak ke tiga sejumlah Rp 166 milyar akan dibayarkan.
Jumlah uang tersebut adalah tunggakan utang Pemda Bandung Barat kepada pihak ketiga pada tahun 2023 sebesar Rp166 miliar. Jumlah tersebut belum termasuk utang ke PT SMI.
Namun, meski jumlah utang tersebut akhirnya dibuka Pj Bupati KBB, sampai awal tahun ini masih belum dapat dibayarkan karena pemasukan ke kas daerah yang belum mencukupi.“Kita punya niat membayar. Tapi kalau tidak ada duitnya, gimana sekarang? 1 Januari kas daerah KBB itu hanya Rp7 miliar lebih,” kata Arsan.
Arsan pun mengatakan bahwa pihaknya masih harus meminta arahan dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), karena besaran uang tersebut merupakan utang tahun 2023, yang menyebrang ke tahun 2024.
Pj Bupati KBB pun mengalami dilema, bila kas yang masuk dibayarkan pada pihak ke tiga, maka operasional program kerja daerah tidak akan bisa dikerjakan. Pun gaji ASN ada kemungkinan tidak terbayarkan.
“Makanya saya bilang ke temen- temen, ini ada duit nih bayar pegawai, gaji atau bayar utang pilih mana?
Arsan pun blak-blakan menyatakan bahwa saat ini pihak ke tiga sudah mulai menghubungi dirinya melalui WhatsApp untuk menangih pembayaran utang tersebut.
“Saya bilang bapak salah bertanya ke saya, salah sasaran pertanyaan ini. Silahkan bertanya kepada yang memberikan pekerjaan. Oh siap salah pak,” beber Arsan, menceritakan kembali pembicaraan dengan pihak ketiga.Ia mengaku menyampaikan bahwa penagihan kepada dirinya adalah salah sasaran, karena ia dilantik menjadi Pj Bupati Bandung Barat pada 20 September 2023, untuk mengurusi kebutuhan masyarakat. Namun justru dibebani utang untuk pembayaran pekerjaan sebelumnya.
“Jadi kenapa saya harus teken pengakuan utang itu? Berarti (kalau meneken), saya membebani APBD 2024 yang tidak ada itu,” ucapnya.
Pengamat Pemerintahan yang juga akademisi Universitas Nurtanio Bandung (Unnur), Djamu Kertabudi ikut prihatin atas kondisi yang terjadi di Pemda Bandung Barat ini. Ia bahkan menghitung seluruh jumlah beban utang Pemda KBB berkisar 400 milyar rupiah.
“Utang pemda KBB kepada pihak ketiga diluar penyelesaian pinjaman ke PT. SMI sebesar 166 M. Yang terditi dari utang tahun 2022 sebesar 106 M, dan tahun 2023 sebesar 60 M. Sehingga bila dijumlahkan dengan utang pinjaman kisaran 400 M dengan Utang ke PT SMI. Bila dibiarkan, tahun-tahun selanjutnya utang akan kian bertambah. Sementara kemampuan APBD KBB 2024 tidak memungkinkan memenuhi kewajiban menyelesaikan utang ini,” kata Djamu, Selasa (23/01).
Djamu mengatakan utang ini lah yang menjadi sumber isu selama dua tahun terakhir yang berkait dengan defisit anggaran yang dampaknya terjadi gagal bayar kepada pihak ketiga. Sehingga ia menyebut sebagai ‘salah urus’ dalam pengelolaan keuangan daerah di pemda KBB.Ia mengatakan salah urus ini imbas dari program visi misi Bupati terdahulu senilai 200 milyar yang tidak memperhitungkan pemasukan daerah pada tahun berjalannya. Imbasnya terjadi defisit.
“Pemimpin sebelumnya telah menentukan terlebih dahulu program prioritas yang dikenal dengan implementasi visi misi Bupati senilai 200 M tanpa memperhitungkan tersendatnya realisasi penerimaan daerah pada tahun anggaran berjalan. Sehingga saat terjadi defisit menjelang akhir masa jabatan Bupati, begitu sederhana solusinya melimpahkan beban APBD 2023 ke APBD 2024,” tukas Djamu.
Ia sependapat dengan Pj. Bupati bahwa pelimpahan beban ini menunggu hasil pemeriksaan BPK. Karena jika dilihat dari pendekatan akuntansi pemerintahan, hal seperti ini seharusnya dihindari. Yang memungkinkan adalah yang disebut dengan anggaran luncuran ke tahun anggaran berikutnya. Seperti hasil pekerjaan pihak ketiga tidak selesai 100%, sehingga yang dibayarkan sesuai dengan prosentase hasil pekerjaannya di tahun yang bersangkutan.
Adapun sisanya di luncurkan pada tahun berikutnya.
“Lain halnya dengan yang terjadi di KBB itu bukan luncuran, tapi gagal bayar, karena kewajiban pihak ketiga sudah selesai, tapi pemda tidak mampu membayarnya karena uangnya tidak ada. Sebenarnya ada ruang bagi DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasannya, yaitu saat pembahasan bersama pihak pemda tentang evaluasi laporan ikhtisar realisasi anggaran semester I dan prognosis semester II 2023 pada bulan Juli 2023 yang lalu. Namun rupanya tidak dilakukan secara efektif dan optimal,” jelas Djamu.
(AS)
0 Komentar