Bogor, 14 Juni 2025 – Sebuah peristiwa bersejarah terjadi hari ini di Batu Tulis, Bogor, dengan disepakatinya hibah PATAKA (Bendera Perang) Kerajaan Pajajaran kepada Kang Dedi Mulyadi, yang kini menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat. Kesepakatan ini dicapai dalam sebuah Sawala Adat yang diprakarsai oleh Yayasan Sentral Kebudayaan Daerah SABDA, yang diketuai oleh Saudara Asep Sabda, dan Aliansi Komunitas Budaya Jawa Barat, yang diketuai oleh Abah Iman.
Acara Sawala Adat ini turut dihadiri oleh perwakilan dari Padepokan Aji Diri Aji Rasa Majalaya, Kabupaten Bandung, yaitu Aang Sancang dan Abah Mahpudin, serta Tokoh Adat Ci Mande Bogor, H. Asep Ci Mande.
Pusaka dan PATAKA yang dihibahkan ini merupakan peninggalan bersejarah dari Kerajaan Sunda dan Kerajaan Pajajaran, yang berlokasi di Batu Tulis, Kota Bogor. Yang paling menarik perhatian adalah kehadiran PATAKA atau bendera perang dari masa Kerajaan Sunda dan Pajajaran, yang dalam bahasa Sunda diistilahkan sebagai "Muka Tutungkusan Urang Sunda ayeuna geus nepi kana Wayah Waktu jeung Wanci" – sebuah penanda bahwa kini adalah saatnya untuk membuka kembali barang-barang pusaka kerajaan-kerajaan terdahulu.
PATAKA ini memiliki nilai sejarah yang sangat dalam, bukan sekadar bendera biasa, melainkan panji-panji kemenangan dalam sejarah peperangan pada masa itu. Keberadaannya selama ini dirahasiakan karena mengandung nilai spiritual yang tinggi, menurut para Purahitna dan Begawan atau penasihat kerajaan.
Sejarah Panjang Pataka dan Pengamanannya
PATAKA atau Bendera Kerajaan Sunda dan Pajajaran, sejenis bendera atau panji yang menjadi simbol kerajaan untuk berlaga di medan perang, telah dipegang oleh kerabat kerajaan secara turun temurun. Berawal dari Prabu Surya Kencana atau Prabu Raga Mulya, raja terakhir Kerajaan Pajajaran, yang mengamanatkan agar beberapa pusaka dan aset kerajaan harus diselamatkan dan diamankan.
Di antara pusaka-pusaka yang diselamatkan adalah Pusaka Binokasih yang dibawa ke Kerajaan Sumedang Larang oleh empat orang Kandaga Lante, dan Selandang yang dibawa ke Pantai Selatan. Sementara itu, PATAKA atau bendera yang juga dikenal sebagai Hanjuang Bodas, dibawa oleh Kandaga Lante Demang Haur Tangtu atau Puun Ki Buluh Panuh Jasinga Bogor. Estafet pengamanan PATAKA ini kemudian berlanjut ke Embah Muhidin (1934), berlanjut ke Abah Gaos, Ustad Khoeruddin, hingga akhirnya berada di tangan Abah Iman, Istana Batu Tulis Bogor.
Kang Dedi Mulyadi, "Maung Sagara" Pemimpin Nusantara
Dalam sela-sela jumpa pers, Asep Sabda menyebut Kang Dedi Mulyadi sebagai "Maung Sagara" yang mampu menerima hibah PATAKA ini. Ia menjelaskan, "Dia bukan hanya menguasai pegunungan akan tetapi lautan dan samudra luas Dia Kuasai. Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Artinya di persiapkan akan menjadi Pemimpin Nusantara. Sukma Panyukmaan dan Nitis Panitisan sudah terjadi."
Hibah PATAKA ini bukan sekadar euforia atas kehadiran Kang Dedi Mulyadi sebagai Gubernur, melainkan sebuah penanda bahwa sudah waktunya bagi pusaka ini untuk dibuka dan diperlihatkan kepada publik, setelah sekian lama dirahasiakan. Kehadiran barang pusaka yang masih dilestarikan ini menjadi aset negara dan bangsa yang tak ternilai harganya.
Para pelaku budaya menantikan momen penyerahan hibah ini kepada Kang Dedi Mulyadi, sebagai langkah awal semaraknya kebangkitan kebudayaan Sunda dan pelestarian warisan leluhur bagi generasi mendatang.
1 Komentar
Subhaanallooh
BalasHapus